Minggu, 25 September 2011

Membangun Persepsi Positif Diri

Kali ini saya ingin bercerita mengenai tetangga baru saya. Ceritanya rumah di sebelah yang semenjak dibangun hingga kini kurang lebih empat tahun berjalan senantiasa kosong, akhirnya berpenghuni. Namun nampaknya penghuni barunya bukanlah sang pemilik rumah, melainkan adalah penghuni sementara, yang kita kenal dengan istilah kontrak, pengontrak rumah.


Dari beberapa kali pengamatan, nampaknya tetangga baru tersebut adalah mahasiswa, yang dapat dilihat dari usianya yang masih muda. Sebenarnya ada sedikit penilaian miring tentang mahasiswa yang ada dan mengontrak di sekitar perumahan saya, khususnya yang sudah sudah, sering berbuat hal hal negatif dan bertentangan dengan norma masyakarat. Sehingga istri saya sempat sedikit khawatir dengan kehadiran penghuni baru di rumah sebelah, dengan potongan seperti mahasiswa itu tadi.

Saya sendiri beranggapan bahwa rasa khawatir itu dapat dihilangkan dengan membuka komunikasi yang baik dengan mereka, membuka ruang untuk mengenal, memahami, dan mungkin menasehati apabila ada tanda tanda perbuatan negatif yang muncul, atau paling tidak saling mengajak pada hal hal kebaikan yang ringan ringan yang saling disepakati. 

Namun anggapan positif saya sedikit luruh ketika mendapati sudah lebih dari dua minggu tinggal, mereka tak kunjung bersilataruhim ke rumah saya, sebagaimana lazimnya budaya baik orang Jawa, sehingga muncul asumsi bahwa mereka mungkin bukan orang Jawa. Kemudian mendapati aktivitas mereka yang nampak tidak seperti mahasiswa, karena senantiasa ada di rumah terus dari pagi hingga malam, sehingga saya pun mulai berasumsi bahwa mereka memang bukan Mahasiswa

Ketika saya mendapati laporan sering didapatinya (beberapa) wanita yang masuk ke dalam rumah tersebut di siang hari selama beberapa waktu dan pintu dalam kondisi tertutup, padahal peraturan perumahan disini jelas menyebutkan bahwa ketika ada tamu lain jenis pintu rumah mesti dalam kondisi terbuka dan tidak boleh di dalam kamar, maka saya memutuskan untuk bergerak mendatangi mereka.

Tentu saja, langkah awal adalah membuka keran komunikasi dulu, karena kami toh memang belum saling mengenal. Tidak ada salahnya juga saya yang berinisiatif melakukan ini. Dengan asumsi yang saya miliki tadi maka saya akan coba melakukan verifikasi terhadap obyeknya langsung. :-)

Dan Alhamdulillah ternyata dalam prosesnya, saya mendapati mereka adalah orang Jawa & muslim juga. Dan mereka juga ternyata adalah mahasiswa.  Sehingga asumsi saya yang salah, karena hanya berdasarkan pengamatan visual semata. Momen komunikasi itu tentu saja saya gunakan untuk menyampaikan beberapa pesan moral mengenai bagaimana aturan tinggal yang mesti dipatuhi bersama sama, khususnya para mahasiswa.

Sehingga terkadang faktor pendidikan dan budaya tidaklah senantiasa mempengaruhi perilaku seseorang dimasyarakat, sehingga mesti ada upaya upaya yang kuat bagi pelaku pelaku kebaikan untuk aktif bergerak menyebarkan perilaku positif di masyarakat sehingga perilaku negatif dapat di minimalisir. 

Tidak ada komentar: